Assalamu'alaikum. Selamat datang di blog yang saya buat jauh dari sempurna ini. Semoga bermanfaat...

MasyaAllah

Friday, March 7, 2008

Buah dari Kesabaran

Ini adalah cerpen pertama saya. Kalau bukan karena guru bahasa Indonesia saya member tugas membuat cerpen, mungkin saya tidak pernah membuat cerpen. Karena jujur sejak dulu kalau disuruh membuat cerpen, puisi dan pokoknya karya tulis yang lain saya selalu kesulitan. Alhamdulillah saya dapat menyesaikan cerpen pertama saya ini.


Buah dari Kesabaran

Aku adalah pelajar kelas 3 SMA. Aku hampir saja tak bisa melanjutkan sekolahku sampai jenjang SMA, namun barkat kebaikan dari kepalah sekolahku, aku mendapatkan beasiswa untuk meneruskan sekolahku. Aku berasal dari keluarga yang sangat tak berkecukupan. Bapakku hanyalah seorang tukang becak dan kadang merangkap sebagai kuli bangunan. Sedangkan ibuku menjual gorengan di depan rumah kami. Rezeki yang mereka dapatkan hanya cukup untuk makan kami sekeluarga. Aku lima bersaudara, sebagai anak tertua, aku harus turut membantu orangtuaku. Aku membantu ibuku menjajahkan dagangannya dengan cara menitipkan gorengannya di ibu kantin sekolahku. Kalau gorengannya masih tersisa banyak, aku menjajahkannya di terminal sepulang sekolah.

Walaupun aku hidup ditengah-tengah keluarga yang tak berecukupan, namun kehidupan keluargaku sangat religius. Kami semua tak pernah meninggalkan shalat. Orangtuaku selalu mengajaran kepadaku dan adik-adikku untuk selalu bersabar, ikhlas, dan selalu berikhtiar. Bapakku selalu mengatakan “ Allah tidak pernah member cobaan kepada hamba-hambanya lebih dari kemampuan mereka, sekarang memang kita hidup tak berkecukupan, namun siapa tahujika suatu saat nanti Alah menghendaki hidp kita jauh lebih baik dari sekarang.”

Meskipun hamper semua teman dikelas menyukaiku, namun masih ada saja satu dua anak yang tidak menyukaiku, mungkin mereka iri karena jujur, aku adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dan diberi kecerdasan oleh-Nya. Suatu hari kepala sekolah memanggilku, beliau mengatakan bahwa tersedia beasisiwa ke Mesir tapi hanya untuk 2 siswa, dan beliau berharap akulah salah satunya. Krena persyaratan untuk mendapatkan beasiswa tersebut tidak mudah, yaitu harus hafal Al-Qur’an minimal 3 juz, ditambah yang menjadi testnya adalah bahasa arab dan pengetahuan tentang agama Islam, banyak siswa yang tidak berminat. Aku sangat bersyukur sekali karena inilah jalan yang diberikan Allah kepadaku. Aku sempat berfikir tak dapat melanjutkan pendidikanku sampai ke perguruan tinggi, namun sekali lagi inilah jalan Allah, aku teringat kata-kata bapakku “Allah akan member jalan bagi setiap hambanya yang bersabar dan berikhtiar”.

Hari kelulusan pun tiba, aku sangat bersyukur karena aku lulus dengan niai yang sangat memuaskan. Aku mendapatkan ucapan selamat dari bapak kepala sekolah karena nilai nemku adalah yang tertinggi disekolahku.dan teringgi ke 2 se provinsi. Aku sangat bersyukur sekali akan hal itu.

Disetiap kesunyian malam aku bersimpuh dan kupanjatkan do’a kepada sang Khaliq agar aku lulus dari test beasiswa ke Mesir tersebut. Aku dating ketempat dimana aku menjalani test, aku langsung menuju ke papan pengumuman, kubaca dengan teliti satu persatu nama-nama yang tercantum. Akhirnya pada urutan ke 66 kutemukan namaku “ Nurul ‘Ilmi”, ya “Nurul ‘Ilmi” nama yang 17 tahun lalu diberikan oleh orangtuaku, nama yang sangat padat namun bermakna “Cahaya ilmu”. Saat itu juga aku langsung bersujud syukur.

Tiba saatnya bagiku untuk pergi meninggalkan semua, ibuku, bapakku, dan adik- adikku. Sangat berat sekali bagiku untuk meninggalkan mereka. Sebelum keberangkatanku, aku sempat berkata pada adik laki-lakiku yang tertua Hasyim namanya. Dia berumur 14 tahun, aku berkata “Syim, selama kakak tak ada, kamu harus nurut sama ibu bapak, jaga adik-adik kita. Kamu harus bantu ibu bapak tapi kamu juga harus tetap belajar terus supaya kamu berprestasi dan terus bisa dapat beasiswa, itu kan sedikit memnatu beban ibi bapak.”

Dia hanya bisa menganggukkan kepalanya saja karena dia sudah sesenggukan menahan tangisnya. Diantara adik-adikku yang lain Hasyimlah yang paling dekat denganku. Dia adalah anak yang cerdas, penurut, tapi dia anak yang agak pendiam, dia selalu mengerti keadaan keluarga kita dan aku sangat bangga mempunyai adik seperti dia.

Kupeluk ibu dan bapakku erat-erat, kucium tangan mereka, ibuku hanya bisa berkata “hati-hati nak, semoga kamu menjadi orang sukses, jangan lupa beri kabar kalau sampai sana”. Perlahan kulepas tangan ibuku. Dengan langkah perlahan kutinggalkan mereka, kulambaikan tanganku. Mereka melepas kepergianku dengan derai airmata, tapi dibalik semua itu terbesit rasa bangga di mata mereka. Kini aku semakin menyadari bahwa Allah maha adil.

No comments:

Followers